27 November 2016

Tentang Anak Pertama: Hampir Setahun

BY ekpan No comments

Sebagai seorang ayah baru, saya mencoba terus meng-upgrade pengetahuan tentang dunia balita dengan membaca artikel-artikel di dunia maya dari petunjuk Dimas Kanjeng Google Pribadi. Tak lupa pula meng-install aplikasi android yang secara rutin mengirimkan info tentang perkembangan anak sesuai perkembangan usianya.
Hingga akhirnya kini buah hati sudah hampir setahun usianya. Seperti yang diterangkan oleh aplikasi dari 'bermain toko' tadi, di usia segini, anak saya sudah bisa diajak berkomunikasi dan berinteraksi. Dia sudah bisa mengerti dan merespon apa yang kita katakan meskipun masih belum bisa membalas dengan kata-kata. Jika kita meminta atau menginstruksikan sesuatu, dia akan melaksanakannya tanpa banyak bicara, menerapkan jargon salah satu iklan, "talk less, do more".
Pun sebaliknya demikian, jika dia sudah berkeinginan, maka hanya bermodal suara semisal "na.. na..", "aa..aa..", "nya..nya.." dengan mengacungkan jari, keinginannya harus segera dituruti. Kalo tidak, rengekan diiringi tangisan atau teriakan diiringi lengkingan bisa menggema di seluruh sudut ruangan. Begitulah dia, Aqila si anak pertama.
Jika sedikit kilas balik, dengan pertemuan yang mayoritas hanya di akhir pekan, saya dulu sempat dihinggapi 'om phobia'. Ya, sebuah ketakutan dimana nanti anak saya memanggil 'om' bukan 'ayah'. (hehehe)
Tapi ternyata darah dan daging emang ga bisa bohong, meski jarang ketemu, Aqila tetep lengket jika ada saya. Bahkan dia sudah duluan bisa bilang 'ayah' dan belum bisa ngomong 'ibu'. Sekarang di saat sudah mulai bisa berjalan dengan di-tetah (suatu metode mengajari anak berjalan dimana posisi orang tua berada di belakang dengan kedua tangannya menjadi pegangan buat anaknya saat berjalan), aqila lebih memilih di-tetah saya daripada ibu atau neneknya. Ini jadi kebanggan tersendiri bagi seorang ayah yang berstatus sebagai PJKA (baca: pulang jumat kembali ahad) seperti saya. Meski tak bisa dipungkiri, encok ini juga ikut menjerit jika me-netah terlalu lama, karena seiring bertambah 'dewasanya' usia.
Sabtu pagi menjelang siang kemarin, kala matahari sudah mulai terik, terdengar suara "na.. na..." dengan kedua tangan kecil mencoba meraih tangan saya. Itu modus aqila kalo minta di-tetah. Selangkah demi selangkah dia mencoba berjalan hingga akhirnya sampai di teras. Biasanya wilayah bermainnya hanya sampai teras. Tapi kali ini dia ingin lebih lagi, dia terus melangkah dan ingin turun sampai ke jalanan depan rumah. 
Meski sudah coba dicegah, tapi dia tetep kekeuh mau jalan. Saya pun mengikuti maunya, meski sedikit khawatir karena jalanan depan rumah masih banyak pasir dan tanah. Kekhawatirannya, aqila ngesot di jalanan dan mencoba belajar debus dengan memakan pasir atau tanah. Maklum salah satu hobinya adalah memasukkan berbagai macam benda yang dipegang ke dalam mulutnya.

Dan benar, baru beberapa langkah, aqila sudah memilih duduk maen pasir. Mengingat katanya kalo gak kotor ga belajar, maka saya membiarkannya sambil mengawasi kalau kalau dia sudah mulai lapar dan memakan pasirnya. 
Dia terlihat bahagia, walaupun bajunya yang baru ganti sudah belepotan. 
Jadilah siang itu diisi dengan jalan bersama dan bermain pasir. Sesi ini berakhir saat sudah masuk waktu makan siang yang ditandai dengan alarm "mamam.. " dari aqila.

Semenjak itu, aqila selalu minta jalan sampe depan rumah. Bahkan keesokan paginya jarak tempuh tetah-annya sudah lebih jauh lagi, sudah sampai rumah tetangga paling ujung. Tapi kegiatan utamanya tetap sama, duduk ngesot di jalanan dan maen pasir, sambil teriak-teriak kegirangan.
Mungkin dia terinspirasi dian sastro yang tidur di pasir dalam film Pasir Berbisik. Kalo gitu, nanti ayah bikinin film juga ya nak.. judulnya 'Pasir Berisik'.   :D

20 November 2016

Konsep (Kolom tentang Sepakbola): Bangun Tidur... Tidur Lagi..

BY ekpan No comments

Sebuah coretan kecil tentang sepakbola yang didukung dengan analisis yang tak terlalu akurat dan seadanya, hanya opini belaka dan sekedar sok sok an saja.
 ****
Geliat timnas Indonesia mulai terasa kembali beberapa bulan terakhir. Ini seiring dengan gelaran piala AFF dimana tahun ini Myanmar dan Philipina mendapat giliran menjadi tuan rumah. Indonesia kebagian di grup yang dipertandingkan di Philipina. Berbagai media mulai dihiasi persiapan timnas mengarungi kompetisi terbesar untuk wilayah asia tenggara. Maklum, setelah sanksi FIFA untuk Indonesia dicabut di pertengahan tahun ini, piala AFF menjadi kiprah pertama tim merah putih di laga internasional.
Seperti biasa, persiapan timnas merah putih mengalami sedikit masalah karena berbenturan dengan kepentingan klub. Semenjak era liga rokok hingga kini liga kopi (mungkin nanti selanjutnya liga pisang goreng... biar komplit), entah kenapa selalu saja jadwal kompetisi antar klub di Indonesia sering beririsan dengan jadwal timnas. Bahkan kali ini lebih parah, jadwal liga dan jadwal Piala AFF berbarengan. Imbasnya, muncul kebijakan pembatasan maksimal dua pemain dari tiap klub untuk membela timnas.
Tentu ini bikin pening Mbah Riedl dalam memilih skuat yang pas. Dalam keterbatasan itu akhirnya Riedl mengumumkan anggota timnas Indonesia untuk bertarung di piala AFF 2016 yang dihuni kombinasi pemain muda dan pemain berpengalaman plus suntikan pemain asing berpaspor Indonesia. Sialnya, Irfan Bachdim yang sudah jadi andalan di beberapa uji coba, mengalami cidera menjelang turnamen dimulai. Makin apesnya, pemanggilan Pahabol sebagai pengganti terhalang kebijakan pembatasan pemain tadi. Persipura, klub yang mengontrak Pahabol keberatan karena mereka telah melepas dua pemainnya. Jadilah striker muda Mukhlis Hadi dipanggil menyusul rekan-rekannya ke Philipina.
Singkat kata singkat cerita, hari itu tiba juga. Di partai pertama, sang (mantan) Macan Asia yang baru bangun dari tidurnya siap menerkam si Gajah Putih, dengan taring keropos dan cakar tumpulnya.
Optimisme merebak ditilik dari wawancara sebelum pertandingan. Rata-rata punggawa tim garuda tak gentar dengan reputasi timnas Thailand yang sebelumnya menahan imbang Timnas Australia di partai ujicoba.

Tak melihat peringkat atau riwayat pertemuan kedua tim yang berat sebelah, Timnas merah putih dan seluruh supporter terlihat bersemangat untuk menjungkalkan pasukan Kiatisuk Senamuang (maklumi kalau salah tulis).
Pemain yang mayoritas muka baru membawa semangat dan kepercayaan diri yang baru pula. Semua pecinta bola Indonesia tentu berharap momen ini bisa menjadi terbangunnya kembali tonggak sepakbola Indonesia.

Namun semua optimisme dan gairah tingkat tinggi tadi dihentikan dengan tiupan peluit kick off dari wasit. Bagaimana tidak, seketika saat peluit wasit berbunyi, seketika itu pula kita tersadar bahwa semuanya masih sama. Timnas Thailand masih mendominasi Timnas Indonesia. Teerasil Dangda dkk dengan 4-2-3-1 nya sangat merepotkan Boaz Salossa dkk dengan 4-4-1-1 nya.
Jalannya babak pertama terlihat cukup timpang. Tanpa perlu melihat statistik, secara kasat mata bisa dilihat bahwa penguasaan bola didominasi oleh Tim Gajah Putih. Thailand langsung menggebrak dengan aliran bola cepat kombinasi umpan pendek dan umpan panjang yang akurat dan merepotkan pertahanan Indonesia. Sedangkan,  Timnas merah putih hanya bisa mengandalkan aliran bola cepat (hilang) kombinasi umpan lambung dan umpan nyasar.
Ini tentu memudahkan pemain-pemain Thailand membombardir langsung ke kotak penalti Indonesia yang membuat pemain Indonesia menerapkan strategi langsung panik buang ke depan. Alhasil, saat turun minum Indonesia sudah tertinggal 2-0. Macan yang tadi bangun, kini seolah tertidur lagi. Bayangan kekalahan telak sudah di depan mata.
Ternyata, Mbah Riedl berhasil memanfaatkan waktu jeda untuk memberikan petuah petuah yang punya dampak positif di ruang ganti. Ini terlihat dengan peningkatan intensitas permainan timnas Indonesia di babak kedua. Serangan cukup berbahaya meski cenderung sporadis dan tanpa skema coba diperagakan Andik dkk. Tampak jelas bahwa pelatih menginstruksikan untuk memanfaatkan kecepatan sisi sayap dalam diri Andik dan Rizky Pora. Tanpa dinyana taktik tersebut sukses, dengan dua gol penyama yang dicetak Boaz dan Lerby dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama. Dua gol itu jg tercipta denga cara yang hampir sama, umpan silang dan sundulan.
Tentu skor 2-2 ini membangunkan kembali optimisme yang sempat tertidur di akhir babak pertama tadi. Serangan Indonesia setelah itu juga tampak menjanjikan meski juga mengkhawatirkan. Kenapa mengkhawatirkan? jawabannya jelas karena skill pemain Thailand luar biasa dan pola permainannya juga rapi sehingga sangat berbahaya buat pertahanan Indonesia yang ditinggalkan para gelandang yang keasyikan menyerang. Sudah bukan rahasia lagi bahawa transisi dari menyerang ke bertahan merupakan masalah turun temurun timnas Indonesia yang tak kunjung terselesaikan. 
Dan benar saja, akhirnya Thailand bisa mencetak dua gol lagi yg prosesnya terlihat mudah karena pertahanan Indonesia yang lowong. Skor akhir 4-2 untuk timnas Thailand

Fiuhh, lagi lagi suka cita itu terenggut dalam waktu sekejap. Sempat cukup berharap dengan hasil imbang, akhirnya kalah telak juga. sang (mantan) Macan Asia kembali tertidur tak berdaya diinjak si Gajah Putih.
Tetiba saya teringat lagu almarhum Mbah Surip, "Bangun tidur...tidur lagi...bangun tidur... tidur lagi... banguuuunn... tidur lagi"
Tapi perjuangan di AFF 2016 belum usai. Semoga besok lawan Philipina, Tim Merah Putih bisa menunjukkan bahwa mereka memang Macan Asia.